Rabu, 12 Desember 2018

I FALL APART


Mawar itu terikat dalam sanubari seorang pria – tak bermoral,
Jiwanya tenggelam dalam lautan nikmat birahi; santun katanya,
Melucuti setiap harum – peluh bunga dibawah sinar rembulan,
.
Jemari yang tidak pernah ia lupakan,
Meresap, memancar keseluruh relung jiwanya,
Di antara manis nya darah yang ia kubur,
Hanya satu yang tertinggal; luka.

Peluk – aku mengingat tubuhmu yang memeluk diriku erat dengan embel – embel cinta yang sering kamu ucap. Harum tubuhmu, bibirmu yang tipis, rambut panjang yang selalu kamu ikat, leher jenjang yang selalu kamu pamerkan, bahkan deru nafasmu ketika kita menyatu – aku mengingatnya.
Aku tidak benar – benar mengerti apa yang dimaksud “Kebahagiaan” bagimu, karna menurutku “Bahagia” adalah kata yang pantas untuk mendeskripsikan keberadaanmu disampingku, walaupun sepertinya kamu tidak beranggapan begitu.

Kamu masih ingat ibuku? Belakangan hari ini ia jatuh sakit dan berkata bahwa ia sangat merindukan dirimu – ya, aku pun juga rindu.

Ia berkata bahwa sup buatanmu sangat enak dan kamu memiliki sifat yang lembut. Aku sangat beruntung memilikimu – katanya. 

Kamu membawakan sweater rajut berwarna putih untuk hadiah ulang tahun ibuku. Kamu menangis dan berkata bahwa kamu bahagia bisa mengenal ibuku – dan ibuku menangis karna ia beranggapan telah memiliki dirimu.

“Jadi kapan kalian menikah?” 
Teringat jelas wajahmu merah padam dan tenggorokan –ku terasa sangat kering karna gugup. Percayalah, aku sudah membayangkan hari tersebut akan datang. Hari pernikahan kita.

Taman yang selalu kita kunjungi terlihat lebih ramai dari biasanya. Lebih banyak bunga yang tumbuh dibanding yang mati. Lebih banyak kasih sayang yang terlihat dari sini. Anak - anak yang bermain sepak bola, berlarian – tertawa. Tidak ada atmosfer kesedihan, semua begitu normal.
“Aku lebih suka bunga mawar merah dari pada mawar putih.” Kamu menarik kerah kemejaku kala itu, kemudian menciumku pelan – sangat pelan.
“Karna mawar merah mengajarkan kehidupan. Seindah apapun hidupmu kamu pasti akan menemukan duri.” 

Miris – karna aku hanya tertawa mendengarnya.
Bahkan setelah kamu menggeliat dengan lelaki lain diranjangku – aku tak apa apa. Kamu bertingkah seperti kamulah yang mengajariku tentang dunia ini, menafkahi hidupku dengan nasihat busuk-mu dan menganggap semua itu adalah bukti kasih sayang.
Aku berantakan.

Setiap hari yang ku lalui begitu pahit tanpa keberadaanmu. Mimpi buruk selalu datang berkali – kali setiap namamu disebut. Aku rasa hubungan ini telah berakhir tetapi kenapa dirimu masih meninggalkan jejak? 

“Hubungan ini adalah kesalahan.” 

Kamu membela laki – laki yang menidurimu, kemudian berkata bahwa hubungan kitalah yang salah. Dan hal yang lebih bodoh adalah ketika aku hanya bisa terdiam – kamu menang.
Aku berantakan.

Ketika tanpa sengaja kamu kembali dengan senyuman yang selalu ku rindukan, melambaikan tangan seperti tidak terjadi hal apapun – Kamu menyapaku.
“Semoga kita bisa menjadi teman baik.” Kamu memeluk diriku dengan gestur yang tidak biasa, namun aku merasa hidup. Bahkan setelah tiga tahun lamanya. Aku masih tidak bisa melupakan-mu.
“Jaga dirimu baik – baik.” 

Aku tersenyum, hal yang tidak pernah ku lakukan setelah berpisah denganmu dan aku sadar satu hal; bahwa aku sebenarnya telah hancur sejak bertemu denganmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar