Mawar
itu terikat dalam sanubari seorang pria – tak bermoral,
Jiwanya
tenggelam dalam lautan nikmat birahi; santun katanya,
Melucuti
setiap harum – peluh bunga dibawah sinar rembulan,
.
Jemari
yang tidak pernah ia lupakan,
Meresap,
memancar keseluruh relung jiwanya,
Di
antara manis nya darah yang ia kubur,
Hanya
satu yang tertinggal; luka.
Peluk – aku mengingat tubuhmu yang memeluk diriku erat
dengan embel – embel cinta yang sering kamu ucap. Harum tubuhmu, bibirmu yang
tipis, rambut panjang yang selalu kamu ikat, leher jenjang yang selalu kamu
pamerkan, bahkan deru nafasmu ketika kita menyatu – aku mengingatnya.
Aku tidak benar – benar mengerti apa yang dimaksud
“Kebahagiaan” bagimu, karna menurutku “Bahagia” adalah kata yang pantas untuk
mendeskripsikan keberadaanmu disampingku, walaupun sepertinya kamu tidak
beranggapan begitu.
Kamu masih ingat ibuku? Belakangan hari ini ia jatuh
sakit dan berkata bahwa ia sangat merindukan dirimu – ya, aku pun juga rindu.
Ia berkata bahwa sup buatanmu sangat enak dan kamu
memiliki sifat yang lembut. Aku sangat beruntung memilikimu – katanya.
Kamu membawakan sweater rajut berwarna putih untuk
hadiah ulang tahun ibuku. Kamu menangis dan berkata bahwa kamu bahagia bisa
mengenal ibuku – dan ibuku menangis karna ia beranggapan telah memiliki dirimu.
“Jadi kapan kalian menikah?”
Teringat jelas wajahmu merah padam dan tenggorokan –ku
terasa sangat kering karna gugup. Percayalah, aku sudah membayangkan hari
tersebut akan datang. Hari pernikahan kita.
Taman yang selalu kita kunjungi terlihat lebih ramai
dari biasanya. Lebih banyak bunga yang tumbuh dibanding yang mati. Lebih banyak
kasih sayang yang terlihat dari sini. Anak - anak yang bermain sepak bola,
berlarian – tertawa. Tidak ada atmosfer kesedihan, semua begitu normal.
“Aku lebih suka bunga mawar merah dari pada mawar
putih.” Kamu menarik kerah kemejaku kala itu, kemudian menciumku pelan – sangat
pelan.
“Karna mawar merah mengajarkan kehidupan. Seindah
apapun hidupmu kamu pasti akan menemukan duri.”
Miris – karna aku hanya tertawa mendengarnya.
Bahkan setelah kamu menggeliat dengan lelaki lain
diranjangku – aku tak apa apa. Kamu bertingkah seperti kamulah yang mengajariku
tentang dunia ini, menafkahi hidupku dengan nasihat busuk-mu dan menganggap
semua itu adalah bukti kasih sayang.
Aku
berantakan.
Setiap hari yang ku lalui begitu pahit tanpa
keberadaanmu. Mimpi buruk selalu datang berkali – kali setiap namamu disebut.
Aku rasa hubungan ini telah berakhir tetapi kenapa dirimu masih meninggalkan
jejak?
“Hubungan ini adalah kesalahan.”
Kamu membela laki – laki yang menidurimu, kemudian
berkata bahwa hubungan kitalah yang salah. Dan hal yang lebih bodoh adalah
ketika aku hanya bisa terdiam – kamu menang.
Aku
berantakan.
Ketika tanpa sengaja kamu kembali dengan senyuman yang
selalu ku rindukan, melambaikan tangan seperti tidak terjadi hal apapun – Kamu
menyapaku.
“Semoga kita bisa menjadi teman baik.” Kamu memeluk
diriku dengan gestur yang tidak biasa, namun aku merasa hidup. Bahkan setelah
tiga tahun lamanya. Aku masih tidak bisa melupakan-mu.
“Jaga dirimu baik – baik.”
Aku tersenyum, hal yang tidak pernah ku lakukan
setelah berpisah denganmu dan aku sadar satu hal; bahwa aku sebenarnya telah
hancur sejak bertemu denganmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar